Mengenal Senggarang: Jejak Awal Komunitas Tionghoa di Kepulauan Riau
Di sisi barat Tanjungpinang, tersembunyi sebuah kampung tua yang tak hanya sarat nilai sejarah, Sehari di Senggarang tapi juga menjadi saksi awal keberadaan komunitas Tionghoa di Kepulauan Riau. Namanya Senggarang. Kawasan ini dipercaya sebagai kampung Tionghoa tertua di Tanjungpinang, bahkan sebelum era kolonial Belanda mencatat aktivitas perdagangan di wilayah ini.
Menjelajahi Senggarang dalam sehari akan membawa kita pada perpaduan harmonis antara budaya Tionghoa dan Melayu, rumah-rumah kayu di atas air, kelenteng tua yang sakral, dan keramahan penduduk lokal yang masih memegang nilai-nilai leluhur.
Pagi Hari: Menyusuri Rumah Panggung dan Jalan Kayu
Memulai Sehari di Senggarang, kamu akan disambut oleh suasana kampung nelayan yang masih sangat alami. Jalanan kecil berbentuk jembatan kayu menghubungkan rumah-rumah panggung yang berdiri di atas air. Pemandangan ini seperti menghentikan waktu—langkah demi langkah membawamu pada nuansa tempo dulu.
Suasana pagi:
-
Warga membersihkan pekarangan rumah
-
Anak-anak berangkat sekolah dengan sepeda
-
Aroma masakan pagi menyeruak dari dapur rumah panggung
Cobalah mampir ke warung kopi lokal. Di sinilah biasanya warga berkumpul, berbincang dalam campuran bahasa Melayu dan dialek Tionghoa yang khas. Selain itu, ada juga Patung Seribu yang jadi ikon wisata spiritual di Tanjungpinang. Tak jarang kamu akan mendengar cerita lisan tentang leluhur mereka yang datang dari Tiongkok selatan ratusan tahun lalu.
Menjelang Siang: Keliling Kelenteng Kuno yang Penuh Cerita
Salah satu daya tarik utama Senggarang adalah kelenteng-kelenteng tuanya. Di sini, kamu bisa mengunjungi beberapa kelenteng bersejarah, yang tak hanya menjadi tempat ibadah tapi juga bagian penting dari sejarah lokal.
1. Vihara Dharma Sasana
Kelenteng ini sudah berdiri sejak abad ke-18 dan masih aktif digunakan. Arsitekturnya khas Tionghoa klasik dengan ornamen naga dan lukisan dinding yang menggambarkan nilai-nilai spiritual.
2. Kelenteng Banyan Tree
Unik dan sakral, kelenteng ini menyatu dengan akar pohon beringin raksasa yang tumbuh menembus atap dan dindingnya. Banyak pengunjung percaya bahwa tempat ini memiliki energi spiritual yang kuat. Kesan mistis berpadu dengan rasa damai yang menenangkan.
3. Vihara Senggarang
Berlokasi di tengah kampung, vihara ini kerap di gunakan dalam upacara dan festival keagamaan, terutama saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh.
Tips saat mengunjungi kelenteng:
-
Berpakaian sopan
-
Jangan ribut di dalam area ibadah
-
Hormati kegiatan keagamaan yang sedang berlangsung
Sore Hari: Belajar Budaya & Berburu Kuliner Khas
Setelah menjelajahi kelenteng, sempatkan waktu untuk mengobrol dengan warga. Beberapa keluarga masih menjaga tradisi membuat dupa, kue bulan, dan kerajinan tangan khas Tionghoa yang diwariskan secara turun-temurun.
Bila kamu datang di waktu yang tepat, bisa jadi kamu menyaksikan proses pembuatan makanan khas seperti:
-
Kue Bakul (Nian Gao) saat menjelang Imlek
-
Kue Mochi buatan rumahan
-
Kue lapis legit dan kue keranjang
Kegiatan budaya lainnya yang bisa ditemukan:
-
Latihan barongsai oleh pemuda lokal
-
Belajar cara sembahyang di altar leluhur
-
Menyaksikan latihan musik tradisional Tionghoa
Kuliner khas Senggarang yang wajib dicoba:
-
Mie Tarempa versi rumahan
-
Bakpao isi kacang merah
-
Es campur gaya Tionghoa lokal
-
Teh O khas Melayu
Menjelang Malam: Menyatu dengan Suasana Kampung
Saat senja tiba, warna langit mulai berubah dan memantul di permukaan laut yang tenang. Ini adalah waktu terbaik untuk duduk di dermaga kayu dan menikmati pemandangan matahari terbenam.
Banyak wisatawan menyempatkan berfoto di area pelantar, atau sekadar menikmati tenangnya kampung tanpa suara bising kendaraan.
Jika beruntung, kamu bisa ikut berkumpul bersama warga saat mereka menyalakan lentera atau melakukan sembahyang malam hari. Ini adalah pengalaman spiritual dan budaya yang sulit ditemukan di tempat lain.
Cara Menuju Senggarang
-
Dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, kamu bisa naik pompong (perahu motor) menuju Senggarang selama ±10 menit
-
Alternatifnya, dari pusat kota bisa naik kendaraan roda dua atau roda empat melalui jalur darat (jembatan dan jalan kecil)
Biaya pompong: Rp5.000–Rp10.000 per orang
Jam operasional: 06.00 – 19.00
Waktu Terbaik untuk Berkunjung
-
Pagi hari untuk suasana segar dan aktivitas warga
-
Saat perayaan Imlek atau Cap Go Meh untuk pengalaman budaya maksimal
-
Hari biasa (weekday) jika ingin suasana tenang dan tidak ramai
Tips Berkunjung ke Senggarang
-
Pakai alas kaki nyaman, karena sebagian besar jalannya berupa pelantar kayu
-
Jangan lupa membawa kamera—banyak spot instagramable!
-
Hormati budaya dan aktivitas warga
-
Bawa uang tunai, karena belum semua tempat menerima pembayaran digital
-
Belajar beberapa frasa sapaan Tionghoa/Melayu bisa jadi ice breaker yang menyenangkan
Penutup: Senggarang, Titik Temu Dua Budaya
Menghabiskan Sehari di Senggarang bukan hanya tentang melihat bangunan tua atau mencicipi makanan khas, tapi juga menyelami harmoni budaya Tionghoa dan Melayu yang telah terjalin selama ratusan tahun. Di tempat inilah sejarah bukan hanya di ceritakan, tapi di hidupkan setiap harinya oleh penduduknya.
Senggarang bukan sekadar destinasi, tapi pengalaman budaya melayu yang utuh. Jika kamu mencari tempat yang kaya akan nilai sejarah, spiritualitas, dan kehangatan manusia—Senggarang adalah jawabannya.
Tinggalkan Balasan