Pulau Penyengat: Permata Sejarah di Tengah Lautan

Gili Penyengat, sebuah pulau kecil yang terletak sekitar 2 km dari pusat kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau, bukan hanya destinasi wisata biasa. Pulau ini adalah saksi bisu kejayaan Kerajaan Riau-Lingga, pusat kebudayaan Melayu klasik, dan tempat lahirnya karya sastra legendaris Gurindam Dua Belas. Menjejakkan kaki di Pulau Penyengat seperti membuka buku sejarah yang hidup—penuh nilai, makna, dan kearifan lokal.


Asal-Usul Nama Pulau Penyengat

Nama “Penyengat” konon berasal dari kisah rakyat yang menyebutkan bahwa pulau ini dulunya dipenuhi lebah atau penyengat. Para perompak yang mencoba menyerbu pulau ini kabarnya diserang oleh sekawanan lebah, membuat mereka lari tunggang-langgang. Cerita ini, meski berbau legenda, memperkaya khazanah budaya lisan masyarakat setempat.


Pusat Pemerintahan dan Agama

Pada abad ke-18 hingga awal abad ke-20, Pulau Penyengat menjadi pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga. Di sinilah raja-raja Melayu memimpin kerajaan yang berpengaruh hingga ke Semenanjung Malaya. Selain sebagai pusat politik, pulau ini juga menjadi tempat berkembangnya ilmu agama dan sastra Islam.

Masjid Raya Sultan Riau menjadi simbol kebesaran spiritual dan budaya pulau ini. Dibangun pada 1803 oleh Sultan Mahmud Syah III, masjid ini unik karena konon dibangun menggunakan putih telur sebagai bahan perekat, mencerminkan kreativitas arsitektur Melayu klasik.


Raja Ali Haji dan Gurindam Dua Belas

Pulau Penyengat tak bisa dilepaskan dari nama besar Raja Ali Haji, seorang sastrawan dan ulama terkemuka abad ke-19. Ia dikenal luas sebagai pengarang Gurindam Dua Belas, karya sastra berbahasa Melayu yang sarat nilai moral, keislaman, dan etika. Gurindam ini di tulis dalam bentuk dua baris berima yang kini sering di kutip dalam pidato, pelajaran, hingga budaya populer.

Raja Ali Haji juga berjasa besar dalam kodifikasi tata bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dasar bahasa Indonesia modern. Tak heran jika namanya di abadikan sebagai pahlawan nasional Indonesia.


Warisan Arsitektur dan Makam Kerajaan

Berjalan kaki mengelilingi Pulau Penyengat, kamu akan menemukan banyak bangunan bersejarah yang masih berdiri. Beberapa di antaranya:

  • Istana Kantor: Reruntuhan istana Sultan Riau yang dulunya megah, kini menjadi situs bersejarah yang memancarkan kejayaan masa lalu.

  • Gedung Mesiu: Tempat penyimpanan senjata dan mesiu kerajaan.

  • Makam Raja-Raja: Termasuk makam Raja Ali Haji dan keturunan Kesultanan Riau-Lingga. Kompleks makam ini di jaga dan di rawat dengan baik, menjadi tujuan wisata ziarah.

  • Balai Adat: Tempat pertemuan adat dan diskusi kebudayaan.

Bangunan-bangunan ini menyatu dengan nuansa tenang dan alami pulau, di kelilingi oleh pohon rindang dan suara ombak yang menenangkan.


Kehidupan Masyarakat di Pulau Penyengat

Masyarakat Pulau Penyengat hidup dalam suasana yang religius dan masih sangat menjunjung adat istiadat Melayu. Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan, guru, dan pengrajin. Kehidupan mereka sederhana, namun kaya akan nilai-nilai tradisional yang di wariskan turun-temurun.

Kamu juga bisa mencicipi makanan khas Melayu di pulau ini, seperti lempeng sagu, nasi dagang, atau ikan bakar sambal asam pedas.


Pelestarian dan Wisata Edukasi

Pulau Penyengat kini menjadi destinasi wisata sejarah dan budaya yang terus di kembangkan. Pemerintah daerah bersama tokoh masyarakat berupaya melestarikan situs-situs penting, termasuk mendorong generasi muda untuk tetap mempelajari budaya dan bahasa Melayu.

Berbagai kegiatan edukatif dan budaya sering di gelar, seperti lomba baca Gurindam, pelatihan aksara Jawi, serta seminar sejarah Melayu.


Akses dan Tips Berkunjung

Untuk menuju Pulau Penyengat, kamu bisa menaiki perahu motor (pompong) dari pelabuhan kecil di Tanjungpinang. Hanya butuh waktu sekitar 10 menit menyebrangi laut.

Tips saat berkunjung:

  • Gunakan pakaian sopan karena ini adalah kawasan yang religius.

  • Hormati situs-situs makam dan tempat ibadah.

  • Sempatkan menyewa pemandu lokal untuk mendapatkan cerita lengkap dari tiap situs bersejarah.

  • Bawa air minum dan pelindung matahari saat berkeliling.


Kesimpulan: Warisan Melayu yang Tetap Hidup

Pulau Penyengat bukan hanya sekadar tempat wisata, melainkan ruang hidup dari warisan Melayu yang otentik. Setiap sudutnya menyimpan cerita, setiap batunya berbicara sejarah. Pulau ini adalah bukti bahwa identitas Melayu masih terjaga dan berkembang di tengah zaman modern. Jika kamu ingin merasakan atmosfer budaya yang kental dan mendalami akar sejarah Melayu, maka Pulau Penyengat adalah jawabannya.